Penghargaan Sultan Iskandar Muda
Sultan Iskandar Muda meninggal dunia pada 27 Desember 1636, di usia 43. Atas jasanya kepada negara dan rakyat Aceh, Sultan Iskandar Muda dianugerahi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden RI. No.077/TK/Tahun 1993.
Selain gelar, nama Sultan Iskandar Muda juga diabadikan sebagai nama Bandara Udara Internasional Sultan Iskandar Muda di Aceh dan nama jalan di beberapa kota atau daerah di Indonesia.
Aceh Sultanate founder
High SchoolArts & HumanitiesHistory
The question assesses knowledge of the founder of the Aceh Sultanate and their role in establishing the sultanate's power and influence.
Yuk, beri rating untuk berterima kasih pada penjawab soal!
Kisah Perlawanan Terhadap Portugis
Portugis yang telah menguasai Malaka sejak 1511 menjadi musuh utama yang dihadapi Sultan Iskandar Muda. Keberadaan Portugis kala itu juga menjadi ancaman bagi Aceh.
Portugis pun juga menganggap Aceh sebagai ancaman terhadap monopoli perdagangannya. Oleh karena itu, keduanya sering terlibat bentrokan bersenjata. Kapal Portugis yang berlaut di Selat Malaka kerap menerima serangan dari armada Aceh.
Dari awal pemerintahannya, Sultan Iskandar Muda memang berniat melakukan politik konfrontasi untuk mengusir Portugis dari Malaka sesegera mungkin.
Bahkan untuk memperkuat armadanya, Sultan Iskandar Muda membentuk angkatan perang dengan mendatangkan pelatih dari luar negeri. Keberhasilan Sultan Iskandar Muda ditandai dengan terbentuknya Angkatan Perang Aceh.
Selain itu, Sultan Iskandar Muda juga tidak memberi toleransi kepada kerajaan yang menjalin hubungan dengan Portugis, seperti Kerajaan Johor.
Perlawanan Sultan Iskandar Muda kemudian ditunjukkan dengan membuat berbagai peraturan yang harus ditaati oleh semua bangsa yang masuk ke Aceh.
Dengan angkatan perangnya, Sultan Iskandar Muda tidak segan-segan melawan dan menumpas kekuatan asing yang ingin merebut wilayahnya.
Pada tahun 1615, Aceh melakukan penyerangan terhadap Portugis di Malaka, namun belum berhasil. Berikutnya, serangan terbesar Aceh ke Malaka terjadi pada tahun 1629.
Pasukan Aceh saat itu berkekuatan 236 kapal dengan 20.000 prajurit bertempur melawan Portugis di Malaka dan berlangsung lama hingga menimbulkan korban jiwa.
Namun kemudian, penyerangan tersebut mengalami kekalahan akibat lemahnya pengawasan dari daerah luar (laut), sehingga muncul banyak bala bantuan kepada pihak Portugis di antaranya dari Pahang dan Gowa.
Setelah serangan kedua tidak juga berhasil, Sultan Iskandar Muda memutuskan untuk menghentikan serangan. Ia kemudian, memusatkan tenaga dan pikirannya untuk kemakmuran rakyat dan Aceh.
Fokus Menata Wilayah hingga Perekonomian Aceh
Sultan Iskandar Muda juga dikenal pintar dalam menata wilayahnya dengan membagi kerajaan berdasarkan bidangnya masing-masing.
Dalam hal perekonomian, Sultan Iskandar Muda juga membuat peraturan yang menjamin kesejahteraan rakyat di bidang perdagangan, perindustrian, pertambangan, pelayaran, pertanian, dan perikanan.
Salah satu strateginya adalah dengan membuat aturan bahwa negara yang boleh masuk ke wilayah kekuasaan Aceh hanya Inggris dan Belanda. Itupun dengan jangka waktu tertentu dan wajib tunduk kepada peraturan yang berlaku di Aceh.
Atas perjuangan di berbagai itu, kemudian Selat Malaka yang dikuasai Aceh berhasil menjadi jalan perdagangan Internasional.
Kala itu, barang-barang ekspor Aceh antara lain berupa beras, lada, timah, emas, perak, dan rempah-rempah. Sedangkan barang impor meliputi kain dari Koromandel (India), porselen dan sutra (Cina dan Jepang), minyak wangi (dari Eropa dan Timur Tengah), sebagaimana dijelaskan dalam buku Jejak Pahlawan oleh J.B Sudarmanto.
Biografi Sultan Iskandar Muda
Sultan Iskandar Muda lahir di Banda Aceh, pada tahun 1539. Ayahnya adalah keturunan dari Raja Mahkota Alam, sedangkan Ibunya keturunan Raja Darul Kalam.
Sejak kecil, orangtuanya mendidik Sultan Iskandar Muda dengan pengetahuan agama dan kepemimpinan karena kelak, ia akan mewarisi tahta ayahnya.
Masa Kepimpinan Sultan Iskandar Muda
Pada masa pemerintahan Sultan Ali Riayat, Iskandar Muda pernah dipenjara karena telah menentang kebijakan Sultan Ali. Iskandar Muda melihat bahwa Sultan Ali tidak cakap dalam menangani perampokan dan bahaya kemiskinan yang diderita oleh Rakyat Aceh.
Melihat kekacauan internal yang terjadi pada pemerintahan Sultan Ali, Portugis memanfaatkan kondisi Aceh yang lemah dengan menyiapkan kapal armadanya untuk menyerang Aceh.
Melihat kondisi tersebut, Iskandar Muda yang sedang ditahan mengirimkan surat kepada Sultan Ali untuk menawarkan bantuan memimpin serangan terhadap Portugis. Sultan Ali Riayat ternyata menyetujui permintaan tersebut.
Keberhasilan Iskandar Muda mengusir Portugis dari Aceh, membuat pamornya menjadi sosok yang popular sebagai calon Sultan Aceh berikutnya. Pada 4 April 1607, Sultan Ali wafat dan Iskandar Muda dinobatkan menjadi Sultan Aceh yang baru.
Sejak bertakhta pada 1907, Kesultanan Aceh Darussalam kembali mengalami perkembangan pesat dan mencapai masa keemasan karena melakukan ekspedisi penaklukan di daerah sekitarnya.
Pada tahun 1612 Deli di taklukan, disusul Johor setahun kemudian. Pada tahun 1614, Bintan juga dapat di ditaklukan. Berikutnya, secara berturut-turut, dikalahkannya Pahang (1618), Kedah (1619), dan Nias (1624-1625).
Hal itu membuat wilayah kekuasaan Kesultanan Aceh masa Sultan Iskandar Muda pun semakin bertambah luas. Wilayah kekuasaannya meliputi sebagian besar pantai barat dan pantai timur Sumatera.
Kutaraja yang sekarang menjadi Banda Aceh, merupakan tempat transit yang dapat menghubungkan perdagangan ke dunia barat.
Saat itu, Kutaraja menjadi tempat berlabuhnya kapal-kapal asing dari mancanegara untuk membeli lada.
Begitulah masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda sebagaimana dikutip dari buku Kumpulan Pahlawan Indonesia Terlengkap Oleh Minawati; Ensiklopedia Sejarah Lengkap Indonesia dari Era Klasik Sampai Kontemporer oleh Adi Sudirman; dan Ensiklopedi Pahlawan: Semangat Pahlawan Perintis Kemerdekaan Indonesia oleh R. Toto Sugiarto.
Tampak makam Sultan Ali Mughayat Syah, Sultan Aceh yang gigih melawan Portugis. (Ist)
Sultan Ali Alaidin Mughayat Syah adalah pendiri dan sultan pertama
yang bertakhta dari tahun 1514 sampai meninggal tahun 1530.
Mulai tahun 1520, ia memulai kampanye
untuk menguasai bagian utara Sumatra. Kampanye pertamanya adalah Daya, di sebelah barat laut yang menurut Tomé Pires belum mengenal Islam.
Selanjutnya pasukan melebarkan sayap sampai ke pantai timur yang terkenal kaya akan rempah-rempah dan emas. Untuk memperkuat perekonomian rakyat dan kekuatan militer laut, maka didirikanlah banyak pelabuhan.
Bandar Aceh Darussalam sebagai ibu kota Kesultanan Aceh berdiri sejak abad ke-16 Masehi dengan terlebih dahulu melalui prahara yang seperti yang diceritakan dalam hikayat Aceh.
Keluar dari prahara, kerajaan yang membanggakan Nusantara ini berdiri dengan gagah dan lalu meluaskan pengaruhnya dengan mengalahkan terlebih dahulu penguasa lautan abad ke-16 Masehi bangsa Portugis, bangsa imperialis yang ketika itu disebut lebih banyak memenangkan peperangan dengan musuh besarnya pasukan Muslim di bawah kepimimpinan Kesultanan Utsmaniyah.
Justru di tanah Sumatera, Portugis diburu kemanapun jua ia bertapak. di Daya, Pedir, Samudera Pasai, Aru, hingga Malaka, kolonialis Portugis dihentikan ambisinya oleh Kesultanan Aceh.
Kehebatan Kesultanan Aceh tidak lepas dari kemampuan kepemimpinan seorang Ali Mughayat Syah bin Syamsu Syah bersama saudaranya Sultan Ibrahim yang dikenal sebagai penghancur pasukan Portugis di Kesultanan Samudera Pasai tahun 1524 Masehi.
Dari kedua pria sejati inilah Kesultanan Aceh membangun wilayahnya yang kurang lebih seperti luas Provinsi Aceh saat ini. Pada masa Sultan berikutnya, luas Aceh bertambah menjangkau tanah semenanjung Melayu.
Pada masa awal Kesultanan Aceh didirikan tahun 1507, tidak banyak bukti benda yang bisa diidentifikasi saat ini. Tetapi, sejarah mencatat bahwa tinggalan terbaik dari Kesultanan Aceh era awal adalah kawasan permukiman bernama Achen yang ketika menjadi kerajaan menjelma menjadi pusat Kesultanan Aceh bernama Bandar Aceh Darussalam (saat ini dikenal dengan nama Kota Banda Aceh).
Penyerangan ke Deli dan Aru adalah perluasan daerah terakhir yang dilakukannya. Di Deli meliputi Pedir (Pidie) dan Pasai, pasukannya mampu mengusir garnisun Portugis dari daerah itu.
Iskandar Muda adalah Raja Aceh yang dikenal gigih dalam menentang kehadiran Portugis di Malaka. Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Portugis melakukan penyerangan terhadap Aceh, namun mengalami kegagalan.
Portugis bersikeras untuk mengambil alih dan memonopoli perdagangan Lada di Aceh. Padahal saat itu, Sultan Iskandar Muda menduduki takhta dalam usia yang sangat muda, namun dikenal sangat berani.
Ia menggantikan pendahulunya Sultan Ali Riayat Syah (1604-1607), yang kemudian dikenal dengan sebutan Sultan Muda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT